feminisme

Feminisme bukan kata yang baru, tapi rasanya dampak yang ditimbulkan oleh satu kata ini begitu besar. Beberapa orang bahkan secara terang-terangan membenci dan menolak kata ini.

Film Barbie yang tayang di pertengahan 2023 ini juga turut membawa pesan feminisme, yang menarik untuk dikulik. 

Mengetahui dan mengenal feminisme bisa dijelaskan dalam bahasa yang mudah dimengerti, loh. Yuk simak penuturannya berikut ini.

Feminisme dalam film Barbie

Karena film Barbie sedang hangat dibahas akhir-akhir ini, mari menengok apa pesan feminisme dalam film tersebut.

Film Barbie disutradarai oleh Greta Gerwig yang juga menyutradarai film Lady Bird dan Little Women, dua film yang sudah dikenal kental dengan unsur feminisme. Jadi, tak heran lagi kan kalau Barbie juga sarat akan muatan feminisme.

Beberapa orang mungkin menganggap Barbie dan feminisme adalah hal yang kontradiktif, bahkan ada juga yang sampai mengklaim jika Barbie bukanlah ikon feminisme. Karena Barbie mempunyai bentuk fisik yang sangat feminin dan dianggap “wanita cantik” belaka.

Namun, Ruth Handler, sang pencipta Barbie menciptakan boneka ini agar menginspirasi anak-anak perempuan untuk “memimpikan masa depan”. Itu sebabnya Barbie mempunyai banyak profesi seperti dokter, CEO, bahkan astronot. Sungguh berbeda dari boneka kebanyakan yang mengambil bentuk bayi.

Membuat anak perempuan mempunyai cita-cita saja sudah merupakan bentuk feminisme, karena Barbie diciptakan di tahun 1959 di Amerika, masa di mana hanya sedikit perempuan yang mempunyai profesi dan bisa mencapai cita-cita mereka.

Untuk tahu apa saja unsur feminisme dalam film Barbie, simak poin berikut ini.

1. Film Barbie menunjukkan perempuan bisa menjadi apapun di Barbieland, apapun fisik dan ras mereka

Jika dulu Barbie hanya sosok boneka berkulit putih dan berambut pirang, di film Barbie ditunjukkan keberagaman sosoknya. Tak hanya sosok yang beragam, pekerjaan para Barbie juga sangat mengesankan.

Ada Barbie kulit hitam yang menjadi presiden, Barbie hijab yang menjadi hakim, dan Barbie berukuran plus size yang jadi wanita karier sukses!

2. Film Barbie menunjukkan perempuan saling mendukung

Di Barbieland, para Barbie yang notabene perempuan sangat mendukung satu sama lain. Maka ketika Barbie (Margot Robbie) ke dunia nyata dan menemukan jika kenyataan tidak seperti itu, ia sangat sedih.

Apalagi saat Sasha (Ariana Greenblatt) berkata, “Women hate women. And men hate women. It’s the only thing we all agree on.” Kata ini seolah menyadarkan kalau sesama perempuan terkadang sulit memberi pujian dan mendukung satu sama lain.

3. Film Barbie menunjukkan perempuan sering menjadi objek

Ketika Barbie (Margot Robbie) ke dunia nyata, ia kaget ketika mengunjungi tempat konstruksi pembangunan dan justru para pria yang ada di sana. Parahnya lagi, pria-pria ini mengeluarkan perkataan tak senonoh dan seksual pada Barbie.

“Men look at me like I’m an object, girls hate me,” kata Barbie. Ini menunjukkan perbedaan mencolok ketika ia ada di Barbieland, di mana para Ken justru mendukung para Barbie.

Film Barbie menunjukkan ekspektasi mustahil dunia terhadap wanita

Sedikit spoiler, di akhir film, Gloria (America Ferrera) menyampaikan monolog powerful yang sangat mengena pada perempuan lainnya.

“It is literally impossible to be a woman. You are so beautiful, and so smart, and it kills me that you don’t think you’re good enough… I’m just so tired of watching myself and every single other woman tie herself into knots so that people will like us,” ujar Gloria yang menandakan kalau dunia dan perempuan sendiri tuh punya ekspektasi berlebihan terhadap diri mereka sendiri. 

Misalnya, sebagai ibu bekerja, perempuan dituntut harus bisa juga mengurus rumah dan mendidik anak. Atau jika menempati posisi tinggi seperti CEO, perempuan harus sempurna karena kalau salah sedikit saja langsung dituduh emosional.

Masih banyak contoh feminisme di film Barbie yang bisa kamu lihat, jadi tonton sendiri saja, ya!

Arti feminisme

Menjadi seorang feminis berarti percaya bahwa setiap orang harus diperlakukan sama, tanpa memandang jenis kelamin. Artinya harus ada persamaan jenis kelamin baik secara ekonomi, sosial, dan politik. 

Tetapi untuk konsep yang begitu sederhana, seringkali feminisme disalahpahami. Bahkan seringkali ada yang meremehkannya dengan sekadar “ganti galon harus perempuan”, yang sejujurnya juga sudah banyak perempuan yang bisa ganti galon air sendirian, loh.

Menurut definisi yang diberikan oleh Kamus Oxford, “Feminisme adalah advokasi perempuan, hak atas dasar persamaan jenis kelamin”. Tidak ada yang menunjukkan bahwa perempuan harus lebih unggul, atau bahwa perempuan harus membenci laki-laki.

Ada banyak contoh wanita terkenal dan populer yang mengklaim bahwa mereka bukan feminis karena mereka mencintai keluarga dan suami mereka, mereka tidak dapat menyebut diri mereka feminis karena takut akan reaksi sosial.

Yuk, Tonton 5 Film tentang Perempuan Tangguh untuk Menyambut Hari Kartini!

Feminisme tidak menentang wanita yang ingin menjadi ibu. Feminisme bertentangan dengan gagasan masyarakat di mana perempuan dianggap tidak lebih dari objek yang melahirkan anak. 

Kesalahpahaman besar lainnya seputar feminisme adalah gagasan bahwa laki-laki tidak bisa menjadi feminis. Mengapa tidak? Banyak yang mungkin memandang feminisme hanya sebagai “masalah wanita” dan karena itu pria dikecualikan darinya.

Contoh feminisme

Ada begitu banyak alasan mengapa feminisme itu penting, tapi contoh yang lebih simpel mungkin bisa kamu lihat di dunia kerja.

Representasi, perlakuan, dan tanggung jawab yang setara di tempat kerja jelas merupakan masalah feminis. Bahkan di negara-negara Barat, perempuan menghadapi banyak kendala di tempat kerja. Data global menunjukkan bahwa rata-rata, wanita berpenghasilan lebih rendah daripada pria di seluruh dunia.

Kenyataannya, pria bukan lagi menjadi sosok tunggal “breadwinner” untuk keluarga mereka. Sudah banyak keluarga dengan ibu dan bapak yang juga turut bekerja, dan juga banyak ibu tunggal yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. 

Arti Motivasi Wanita Karir Pada Hari Perempuan Internasional

Selain dibayar lebih rendah dari laki-laki, perempuan mengalami banyak hambatan terhadap kesetaraan di tempat kerja. Mereka jauh lebih mungkin didiskriminasi berdasarkan kehamilan, dan mereka jauh lebih mungkin harus meninggalkan pekerjaan karena tanggung jawab rumah tangga.

Peran dan stereotip gender juga memiliki dampak negatif di tempat kerja, meskipun ide-ide ini mempengaruhi pria dan wanita. Pekerjaan dan industri tertentu dianggap lebih maskulin, seperti konstruksi dan teknologi. Hal ini dapat mempersulit perempuan untuk merasa diterima di tempat kerja atau bahkan melamar pekerjaan tersebut.

Sama halnya, gagasan negatif tentang feminitas merembes ke tempat kerja. Peran tertentu, termasuk perawat, pengasuh, dan sekretaris, sebagian besar terkait dengan pekerjaan feminin. Hal ini membuat laki-laki enggan melamar pekerjaan ini sekaligus memperkuat stereotip bahwa perempuan lebih cocok untuk pekerjaan rumah tangga dan administrasi.

Share artikel ini
Reference