obat batuk covid

obat batuk covid

Batuk merupakan gejala paling umum dari COVID-19 yang bisa muncul pada 2 hingga 14 hari setelah seseorang terpapar virus Corona. Seseorang yang mengalami gejala batuk akibat virus Corona membutuhkan pengobatan yang tepat sebab, batuk ini dapat menyebabkan seseorang kesulitan bernapas hingga berujung pada kematian jika tidak lekas diobati.

Obat batuk COVID-19 diberikan pada penderita untuk pemulihan sekitar 14 sampai 21 hari. Namun, jika kamu mengalami batuk selama lebih dari 4-5 minggu maka ini dikenal dengan istilah long COVID. Oleh karena itu, dalam proses penyembuhan, diperlukan pengobatan yang sesuai.

Obat batuk covid

Obat batuk covid adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menyembuhkan gejala pada jalan pernapasan atau paru-paru akibat dari infeksi virus Corona. Dikonsumsi dalam jumlah serta durasi yang berbeda-beda, obat batuk covid diperoleh melalui resep dokter.

Batuk sebenarnya merupakan refleks yang membantu melindungi jalan napas dan paru-paru dari iritasi. Namun, batuk yang tidak kunjung hilang dengan gejala-gejala seperti sesak napas bisa menjadi tanda yang lebih serius. Belum lagi, kini batuk menjadi salah satu gejala yang paling umum dari COVID-19.

Jenis-jenis obat dan efek sampingnya

Disertai dengan dahak ataupun tidak berdahak sedikitpun, obat batuk memiliki jenisnya tersendiri yang disesuaikan dengan jenis batuk penderita. Sama seperti obat lainnya, obat batuk tentu dapat memengaruhi atau memberikan efek samping tertentu. Berikut adalah jenis-jenis obat batuk beserta efek sampingnya:

Obat ekspektoran

Digunakan untuk mengobati batuk basah atau berdahak, ekspektoran bekerja dengan cara mengurangi ketebalan hingga membersihkan lendir di saluran udara. Meskipun tidak mengurangi kadar batuk, kandungan bahan aktif yang mengencerkan lendir mampu memudahkan proses pembersihan saluran udara.

Obat batuk ekspektoran yang terdiri dari guaifenesin dan potassium iodide (kalium iodida) dapat memiliki efek samping terhadap tubuh seperti mengiritasi saluran pencernaan sehingga timbul rasa sakit perut, mual, mengalami muntah, serta mengalami diare.

Selain obat batuk ekpektoran yang dijual bebas terdapat juga obat batuk ekspektoran dari bahan alami seperti menthol. Menthol merupakan zat kimia alami berasal dari tanaman keluarga mint. Bahan menthol sering ditemukan pada permen pereda tenggorokan dan obat batuk sirup.

Meskipun jarang terjadi, menthol dapat menimbulkan reaksi alergi seperti biduran dan kesulitan bernafas.

Obat antitusif

Hanya dapat digunakan untuk mengobati batuk kering, obat batuk antitusif juga dikenal sebagai cough suppressants. Meskipun cara kerja obat batuk ini belum dapat diketahui dengan jelas, antitusif diperkirakan bekerja dengan cara menghambat daerah pengontrol refleks batuk yang terletak di batang otak.

Obat batuk antitusif dibagi menjadi dua jenis yaitu antitusif golongan opioid dan antitusif non-narkotik. Pada golongan opioid, obat batuk antitusif menjadi obat berbahaya jika dikonsumsi tanpa resep dokter sebab, opioid termasuk golongan narkotika. Obat ini seperti pholcodine, codeine dan dextromethorphan.

Sedangkan contoh obat yang termasuk golongan antitusif non-narkotik adalah benzonatate.
Obat golongan antitusif dapat memberikan efek samping seperti rasa kantuk, sembelit, kecanduan, hingga meningkatkan kadar serotonin atau hormon yang memengaruhi emosi dan suasana hati.

Pemberian obat golongan ini hanya dipertimbangkan untuk gejala batuk yang non produktif (batuk kering) dan iritatif tanpa produksi lendir atau dahak.

Apabila refleks batuk pada batuk yang produktif (lendir atau dahak) akibat infeksi pada saluran pernafasan ditekan, malah justru akan semakin berbahaya.

Obat mukolitik

Seseorang yang terinfeksi COVID-19 dan memproduksi dahak atau batuk produktif biasanya menerima resep obat batuk mukolitik. Sebagai obat batuk COVID-19, mukolitik seperti N-acetylcysteine dan bromhexine akan mengencerkan lendir agar mudah untuk dikeluarkan.

Ketika obat batuk ekspektoran yang mengandung guaifenesin tidak bekerja maka, kemungkinan kamu akan mendapat resep obat batuk mukolitik sebab studi menunjukan bahwa bromhexine mampu mengurangi keparahan gejala pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.

Pemberian jenis obat batuk harus disesuaikan dengan kondisi dan gejala tiap individu. Oleh karena itu kamu perlu berkonsultasi mengenai jumlah, cara pemakaian, dan efek samping, serta riwayat alergi yang dimiliki kepada profesional kesehatan.

Jenis batuk yang umumnya dialami oleh penderita covid

Meskipun sepertiga pasien COVID-19 mengalami batuk berdahak, sekitar 50 hingga 70% pasien COVID-19 mengalami batuk kering sebagai gejala awal. Meskipun dapat berubah menjadi batuk produktif, batuk kering yang dialami penderita COVID-19 biasanya berlangsung selama sekitar 19 hari dan dapat bertahan selama kira-kira 4 minggu.

Pada penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh The Lancet Respiratory Medicine, ditemukan bahwa 20 hingga 30% orang masih mengalami batuk kering selama 2-3 bulan setelah terpapar virus Corona.

Mendukung penelitian tersebut, studi lain dari Italia menemukan 16% orang yang telah sembuh dari COVID-19 masih mengalami batuk selama 2 bulan setelah keluar dari rumah sakit.

Batuk kering yang dialami oleh penderita covid dapat berupa rasa kering, gatal, ataupun nyeri. Selain itu juga penderita dapat mengalami sensasi seperti terdapat ganjalan pada tenggorokan saat menelan.

Batuk kering sebagai gejala awal dapat berlanjut selama berminggu hingga berbulan-bulan setelah pemulihan dari virus Corona. Kasus ini disebut sebagai sindrom pasca-COVID atau long COVID.

Pengobatan batuk pada pasien covid

Batuk yang terjadi pada pasien COVID biasanya diatasi oleh dokter dengan memberikan berbagai resep termasuk obat-obatan seperti mukolitik dan vitamin lainnya. Di samping mengonsumsi obat-obatan, ada pengobatan rumahan yang dapat kamu lakukan untuk membantu melegakan saluran pernapasan seperti:

  • Melakukan latihan pernapasan dalam
  • Menghidrasi tubuh dengan air putih sebab kekurangan air bisa menyebabkan lendir batuk mengental
  • Minum minuman hangat seperti air madu hangat ataupun jahe hangat
  • Menghirup inhaler ataupun uap panas
  • Mengisap permen pelega tenggorokan
  • Menghirup aroma minyak esensial eucalyptus atau minyak kayu putih

Kamu juga perlu segera menghubungi layanan kesehatan terdekat jika kamu mengalami gejala batuk yang diikuti dengan gejala seperti:

  • Gejala batuk yang dialami semakin memburuk
  • Batuk disertai keluarnya darah
  • Kesulitan untuk bernafas
  • Rasa tertekan dan nyeri terus-menerus pada dada
  • Wajah dan bibir pucat atau membiru
  • Mengalami penurunan kesadaran

Kecepatan imun tubuh untuk mengobati batuk setiap pasien COVID tentu berbeda. Belum lagi beberapa faktor seperti riwayat medis tertentu dapat memengaruhi durasi pengobatan seseorang.

Umumnya, jika kamu disiplin dalam mengonsumsi obat-obatan selama pemulihan, mematuhi protokol kesehatan (seperti isolasi dan lain-lain), mengatur waktu istirahat dengan baik, memenuhi asupan tubuh dengan nutrisi yang cukup, serta melakukan olahraga atau peregangan ringan maka, seseorang dapat sembuh dalam kurun waktu sekitar 14 hari.

Share artikel ini
Reference