Perilaku Konsumtif Adalah Bahaya Bagi Kesehatan Mental, Cek Faktanya!
Perilaku konsumtif adalah kegiatan membeli sesuatu secara impulsif atau tidak dipikirkan ulang, dengan kata lain yaitu perilaku boros. Selain tidak sehat bagi dompetmu, ternyata perilaku ini tidak sehat juga untuk kesehatan fisik dan mental.
Angka perilaku konsumtif menjadi sangat meningkat setelah munculnya online shop dengan pembayaran yang sangat mudah. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, semuanya sangat beresiko mengalami kebiasaan konsumtif yang berbahaya ini.
Perilaku konsumtif adalah
Konsumtif adalah sebuah sifat dimana pelakunya memiliki kecenderungan membeli atau menggunakan barang dalam jumlah tak terbatas, juga tidak didasari oleh pertimbangan rasional. Mereka biasanya sudah tidak bisa membedakan mana keinginan dan kebutuhan yang seharusnya menjadi prioritas.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam pemasaran, orang-orang pun menjadi lebih mudah mengalami perilaku konsumtif. Banyaknya toko online yang dirancang semenarik mungkin, berhasil membuat para pengguna teknologi mudah terpikat sehingga mau membeli produk mereka.
Sebuah penelitian menunjukan bahwa sifat konsumtif banyak dialami oleh remaja dan dewasa awal. Kondisi ini berkaitan dengan adanya perubahan secara biologi, kognitif, dan sosial-ekonomi.
Adanya fasilitas yang memadai, akan membuat mereka lebih mudah memiliki sifat konsumtif yang impulsif.
Berikut adalah beberapa contoh sifat konsumtif yang mungkin saja kamu alami:
- Membeli barang karena diskon padahal tidak terlalu menginginkannya
- Beli barang hanya karena produknya lucu
- Membeli barang karena ada penawaran hadiah
- Beli barang karena gengsi
- Membeli barang karena pengaruh model iklan
- Beli lebih dari 2 barang yang sama dengan merek lain
Hubungan perilaku konsumtif dengan kesehatan
Perilaku konsumtif sangat berkaitan dengan kesehatan mental, hal ini menjadi topik yang banyak dibahas dalam bidang psikologi. Pembelian yang tidak rasional atau impulsif, biasanya terjadi akibat dorongan dari perasaan negatif seperti stres, depresi, cemas, dan bosan.
Membeli barang yang dianggapnya menarik dianggap menjadi obat sementara dari perasaan tersebut.
Contohnya saat awal pandemic Covid-19 di Indonesia, banyak masyarakat yang melakukan panic buying dengan membeli masker, alkohol, vitamin, bahan makanan, dan kebutuhan lainnya.
Hal tersebut didorong oleh perasaan cemas dan takut terhadap wabah penyakit yang sedang terjadi. Padahal belum tentu barang-barang tersebut memang benar-benar diperlukan.
Tidak hanya itu, banyak marketplace yang mengadakan diskon besar-besaran setiap angka kembar di tanggal dan bulan yang sama. Hal tersebut menyebabkan banyak orang yang membeli barang secara impulsif hanya karena harganya murah, hanya karena tidak ingin ketinggalan diskon besar.
Membeli barang diyakini dapat memicu lonjakan hormon dopamine sehingga timbul perasaan gembira, sehingga kecemasan yang dialami dapat hilang sejenak.
Namun perilaku ini akan terus berulang untuk menghilangkan perasaan negatif yang bersifat sementara. Akan sangat bahaya jika sifat konsumtif dan impulsif sudah menjadi bagian dari dirimu.
Cara mencegah perilaku konsumtif
Perilaku konsumtif akan sulit untuk dicegah atau dihentikan jika tidak ada niat dari diri sendiri. Perilaku ini muncul karena dorongan dari perasaan negatif, sehingga kamu harus belajar untuk mengelola perasaan tersebut agar tidak menimbulkan perilaku yang negatif juga.
Berikut adalah beberapa cara mencegah perilaku konsumtif:
1. Kenali emosi atau perasaan negatif
Langkah pertama dan paling penting untuk mencegah perilaku konsumtif, yaitu mengenali emosi negatif dalam diri. Coba renungkan apakah kamu merasa bosan, sedih, kesepian, atau perasan lainnya.
Setelah menemukan perasaan negatif, lakukan strategi coping yang bisa meredakan emosi tersebut. Seperti meditasi, yoga, olahraga, latihan pernapasan, dan menerapkan latihan mindfulness.
2. Menentukan kebutuhan dan keinginan
Langkah kedua ini juga sangat penting untuk mengelola kesehatan mental dan keuangan jangka panjang. Kamu harus tegas terhadap diri sendiri, coba bedakan mana barang yang benar-benar kamu perlukan dan yang hanya kamu inginkan karena tidak ingin ketinggalan trend.
3. Tetapkan batasan
Langkah terakhir akan lebih tegas, kamu harus menetapkan batasan fisik yang nyata seperti menghapus aplikasi marketplace, membatasi kartu kredit, menghapus beberapa aplikasi keuangan, dan menghapus akun social media yang membuatmu menjadi belanja impulsif.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pengaruh sosial media dan model iklan memang sangat menggiurkan. Tidak sedikit orang yang terhipnotis untuk membeli barang-barang yang ditawarkan.
Jika kamu merasakan perilaku konsumtif dalam dirimu, cobalah untuk melakukan pencegahan agar kondisinya tidak semakin parah. Ingat, jangan menjadikan belanja sebagai pelarian dari emosi negatif yang sedang kamu alami.