Cara Mencegah Kanker Serviks dan Terapi Pengobatannya
Diam tapi mematikan, ini adalah kata-kata yang sering digunakan untuk menggambarkan kanker serviks. Kanker serviks adalah salah satu gangguan yang menyerang wanita dan tumbuh lambat atau bahkan jarang menimbulkan gejala pada stadium awal. Lalu, bagaimana cara mencegah kanker serviks?
Wanita segala usia mungkin saja terkena kanker serviks, tapi kondisi ini terutama menyerang wanita yang aktif secara seksual dengan usia antara 35-40 tahun dan rata-rata usia saat terdiagnosis adalah 50 tahun.
Meski begitu, dalam 40-50 tahun belakangan, kasus kematian akibat kanker serviks telah menurun. Hal ini bisa terjadi karena peran pemeriksaan pap smear rutin yang dapat mendeteksi sel-sel prakanker dan keganasan tahap awal sehingga lebih mudah diobati daripada kanker serviks stadium akhir.
Lantas, adakah cara mencegah kanker serviks yang bisa kita lakukan? Yuk, simak selengkapnya di artikel ini!
Tanda kanker serviks sudah menyebar
Sebelum membahas cara mencegah kanker serviks, kamu perlu terlebih dahulu mengetahui tanda-tanda apabila kanker serviks sudah menyebar. Perlu diketahui, kanker serviks stadium awal biasanya tidak menimbulkan gejala dan sulit dideteksi.
Tanda dan gejala kanker serviks stadium awal dapat berupa:
- Keputihan encer atau berdarah yang banyak dan berbau busuk
- Pendarahan vagina setelah berhubungan intim di antara siklus menstruasi atau setelah menopause
- Periode menstruasi mungkin lebih berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya
Jika kanker telah menyebar ke jaringan atau organ di dekatnya, gejalanya dapat berbeda-beda bergantung pada letak bagian tubuh mana yang telah terinfeksi kanker, tapi gejala umumnya meliputi:
- Sulit atau nyeri saat buang air kecil, terkadang disertai darah dalam urin
- Mengalami pendarahan dari rektum saat buang air besar
- Kelelahan, penurunan berat badan dan nafsu makan
- Sakit punggung tumpul atau bengkak di kaki Anda.
- Sakit panggul perut
Cara mencegah kanker serviks
Ada beberapa cara mencegah kanker serviks yang bisa kamu lakukan. Melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur dan melakukan pap smear adalah langkah paling penting yang harus diambil untuk mencegah kanker serviks.
Selain itu, cara mencegah kanker serviks yang bisa kamu lakukan selanjutnya, yaitu:
1. Menerima vaksin Human Papillomavirus (HPV)
Vaksin HPV melindungi terhadap jenis HPV yang paling sering menyebabkan kanker serviks, vagina, dan vulva. Vaksinasi HPV dianjurkan untuk praremaja berusia 11 hingga 12 tahun, tapi dapat diberikan mulai usia 9 tahun.
Selain itu, vaksin HPV juga dianjurkan untuk semua orang hingga usia 26 tahun jika belum mendapatkan vaksinasi. Jika kamu melakukan vaksinasi sebelum usia 15 tahun, direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin sebanyak 2 dosis, dengan jarak pemberian dosis 6-12 bulan.
Bagi kamu yang memulai rangkaian vaksin setelah usia 15 tahun, vaksin dapat diberikan dalam tiga rangkaian suntikan. Vaksinasi HPV mencegah infeksi HPV baru, tapi tidak mengobati infeksi atau penyakit yang sudah ada. Inilah alasannya vaksin HPV bekerja paling baik bila diberikan sebelum terpapar HPV.
2. Lakukan pap smear rutin
Tes skrining dapat membantu mendeteksi kanker serviks dan sel prakanker yang suatu saat mungkin berkembang menjadi kanker serviks. Pap smear biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan panggul.
Dilakukannya pap smear untuk mendeteksi sel-sel abnormal pada leher rahim, termasuk sel kanker dan sel yang menunjukkan perubahan yang meningkatkan risiko kanker serviks. Dokter umumnya merekomendasikan untuk mulai pap smear pada usia 21 tahun dan mengulanginya setiap 3-5 tahun untuk wanita berusia 21-65 tahun.
3. Gunakan pengaman saat berhubungan seksual
Perlu diketahui, virus HPV (virus penyebab kanker serviks dapat menyebar melalui kontak kulit ke kulit, dan seringkali ini terjadi selama hubungan seksual. Tak heran jika berhubungan seks pada usia dini meningkatkan risiko HPV dan semakin banyak pasangan seksual yang kamu miliki, semakin besar kemungkinan tertular.
Untuk mengurangi risiko kanker serviks, kamu bisa mengambil tindakan untuk mencegah HPV dan infeksi menular seksual lainnya dengan membatasi jumlah pasangan seksual dan menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks.
4. Berhenti merokok
Cara mencegah kanker serviks selanjutnya yaitu dengan berhenti merokok. Menurut American Cancer Society, orang yang merokok lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan mereka yang tidak.
Para peneliti percaya, produk sampingan tembakau yang ditemukan dalam lendir serviks perokok, dapat merusak DNA sel serviks yang dapat berkontribusi pada perkembangan kanker serviks.
Tak hanya itu, merokok juga dapat melemahkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi, termasuk HPV.
5. Terapkan gaya hidup sehat
Selain melakukan beberapa cara mencegah kanker serviks seperti yang telah disebutkan di atas, kamu juga bisa menerapkan kebiasaan gaya hidup sehat untuk mengurangi risiko terkena kanker serviks, seperti:
- Makanlah makanan yang tinggi antioksidan dan nutrisi pelawan kanker dan hindari makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan trans, gula dan natrium
- Penelitian telah menunjukkan bahwa berolahraga setidaknya 30 menit seminggu dapat membantu mencegah kanker serviks
Cara mengobati kanker serviks
Pengobatan kanker serviks tergantung pada stadium kanker yang dialami pasien dan kondisi kesehatannya. Terapi pengobatan untuk kanker serviks meliputi:
1. Pembedahan
Pembedahan dapat menjadi opsi pengobatan untuk kanker serviks pada tahap awal. Ada beberapa jenis prosedur pembedahan yang dapat dilakukan termasuk:
- Trakelektomi radikal: Trakelektomi ini melibatkan pengangkatan serviks atau leher rahim beserta jaringan di sekitarnya dan bagian atas vagina. Meskipun operasi ini dilakukan, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada karena rahim tidak diangkat dalam prosedur ini.
- Histerektomi total: Dalam histerektomi total, serviks dan seluruh tubuh rahim diangkat, tetapi ovarium dan tuba falopi tetap utuh. Ini memberikan peluang untuk mempertahankan kemampuan untuk hamil.
- Histerektomi radikal: Dalam histerektomi radikal, selain mengangkat leher rahim dan rahim, jaringan parametrium dan uterosacral ligaments juga diangkat. Namun, ovarium dan tuba falopi tetap dipertahankan.
- Eksenterasi panggul: Eksenterasi panggul merupakan jenis operasi yang lebih invasif, terutama digunakan ketika kanker serviks sudah berkembang secara signifikan. Dalam operasi ini, banyak jaringan diangkat, termasuk rahim, leher rahim, ovarium, dan tuba falopi. Dalam beberapa kasus ekstrem, kandung kemih, vagina, dan rektum juga dapat diangkat jika kanker telah menyebar. Prosedur ini umumnya digunakan dalam pengobatan kanker serviks yang sudah kambuh.
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah metode pengobatan yang menggunakan obat-obatan khusus untuk membunuh sel kanker atau menghambat pertumbuhannya. Ini juga pilihan pengobatan utama yang sudah menyebar ke bagian tubuh lain atau tidak dapat diatasi dengan operasi. Kemoterapi dapat diberikan secara oral atau melalui infus dan sering kali bersamaan radioterapi.
3. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar tinggi energi, seperti sinar-X untuk menghancurkan sel kanker. Ini adalah pengobatan yang sangat efektif untuk kanker serviks, terutama pada tahap awal.
Terapi pengobatan untuk kanker serviks ini dapat diberikan dari luar tubuh (radioterapi eksternal) atau dari dalam tubuh (brakiterapi). Dalam brakiterapi, sumber radiasi ditempatkan di dalam atau dekat tumor untuk memberikan dosis radiasi yang tinggi secara langsung ke area yang terkena.
4. Kombinasi terapi
Pada banyak kasus, pengobatan kanker serviks melibatkan kombinasi dari ketiga metode yang telah disebutkan sebelumnya. Pendekatan ini sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Kemoterapi dapat dilakukan bersamaan dengan radioterapi untuk meningkatkan efektivitas radioterapi. Ini disebut sebagai “kemoradioterapi” dan dapat membantu mengurangi ukuran tumor sebelum operasi atau mengobati kanker serviks yang lebih canggih.
Itulah beberapa cara mencegah kanker serviks dan sejumlah terapi pengobatannya. Deteksi dini kanker serviks sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter secara teratur dan melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksinya.
Penulis: Silvia Wardatul