Malala Yousafzai menjadi simbol internasional perjuangan untuk pendidikan anak perempuan setelah dia sempat tertembak pada tahun 2012 karena menentang pembatasan Taliban terhadap pendidikan perempuan di negara asalnya, Pakistan. 

Kisahnya adalah salah satu inspirasi dan kekaguman untuk perubahan yang lebih baik.

Biografi Malala Yousafzai

Pada tahun 2009, Malala mulai menulis blog dengan nama samaran tentang meningkatnya aktivitas militer di kota asalnya dan tentang ketakutan sekolahnya akan diserang. Setelah identitasnya terungkap, Malala dan ayahnya Ziauddin terus menyuarakan hak atas pendidikan.

Serangan Taliban terhadap Malala pada 9 Oktober 2012 saat dia pulang dari sekolah bersama teman-temannya mendapat kecaman dari seluruh dunia. Di Pakistan, lebih dari 2 juta orang menandatangani petisi hak atas pendidikan, dan Majelis Nasional meratifikasi RUU Hak atas Pendidikan Wajib dan Gratis yang pertama di Pakistan.

Pada 2013, Malala dan ayahnya ikut mendirikan Malala Fund untuk menyadarkan dampak sosial dan ekonomi dari pendidikan anak perempuan dan memberdayakan anak perempuan untuk menuntut perubahan. 

Setahun berikutnya, ia menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian termuda. Sekretaris Jenderal António Guterres menunjuk Malala sebagai Utusan Perdamaian PBB pada tahun 2017 untuk membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak perempuan.

Najwa Shihab, Jurnalis Wanita Dengan Segudang Prestasi Gemilangnya

Kisah Malala Yousafzai

Malala Yousafzai lahir di wilayah Swat Pakistan pada 12 Juli 1997. Ayahnya memiliki dan menjalankan sekolah swasta putri di daerah tersebut, sehingga pendidikan selalu ada dalam darahnya. 

Namun, pada 2007, lembah itu diambil alih oleh Taliban. Dua tahun berselang, Taliban memperkenalkan undang-undang brutal yang melarang televisi, musik, pendidikan anak perempuan, dan perempuan pergi ke pasar. Pencambukan dan pemenggalan menjadi hal biasa dan lebih dari 100 sekolah perempuan diledakkan selama periode tersebut.

Pada akhir 2008, Taliban Pakistan menghancurkan lebih dari 400 sekolah. Hal ini mendorong Malala untuk berbicara tentang Taliban di depan publik pada September 2008 di sebuah klub pers di Peshawar. Pidatonya berjudul How dare the Taliban take away my basic right to education? dengan cepat menarik perhatian media. 

Karena pendidikan sangat penting bagi Malala, dia bersekolah di sekolah bawah tanah dengan pakaian biasa. Pada tahun 2008, BBC Urdu ingin meliput pendudukan Taliban Pakistan di Swat dari sudut pandang seorang siswi yang tinggal di daerah tersebut. 

Banyak siswa menolak menulis untuk mereka karena keluarga mereka khawatir tentang potensi risiko yang dapat ditimbulkannya. Salah satu koresponden mereka menghubungi Ziauddin Yousafzai, ayah Malala, yang juga seorang guru sekolah setempat. 

Kenal Lebih Jauh dengan Raisa, Penyanyi Cantik yang Inspiratif

Akhirnya, Ziauddin Yousafzai menyarankan agar putrinya, Malala, bisa menulis untuk mereka. Para editor di BBC setuju bahwa Malala Yousafzai dapat membuat blog tentang kehidupan sehari-hari warga di bawah rezim Taliban Pakistan. Dia duduk di kelas tujuh saat itu. 

Untuk melindungi Malala, BBC memintanya menulis dengan nama samaran. Malala kemudian menulis dengan nama samaran “Gul Makai”, yang terinspirasi dari tokoh cerita rakyat Pashtun. BBC menerbitkan entri pertamanya pada 3 Januari 2009.

Ancaman demi ancaman pun terus bergulir pada setiap keluarga yang mencoba memberontak, termasuk keluarga Malala. Dia dan keluarganya banyak mendapat terror seperti melalui media sosial dan koran yang diselipkan di bawah pintu.

Pada 9 Oktober 2012, Malala yang sedang berada di bus dalam perjalanan pulang sekolah bersama dua orang temannya, diburu oleh seorang pria bersenjata dan bertopeng. Dia dilaporkan mengatakan, “Siapa di antara kalian yang (Bernama) Malala? Bicaralah, kalau tidak aku akan menembak kalian semua.” 

Peluru itu mengenainya beberapa inci dari mata kirinya, menembus lehernya, dan bersarang di bahunya. Kedua gadis itu stabil setelah penembakan dan selamat untuk memberikan informasi kepada pihak berwenang. 

Dokter mengoperasinya di rumah sakit militer di Peshawar, dan dia kemudian menerima perawatan lebih lanjut di Birmingham, Inggris atas biaya pemerintah Pakistan. Dia bangun dari komanya pada 17 Oktober 2012 dan menerima perawatan medis sampai sembuh total. Rumah sakit mengeluarkannya pada 3 Januari 2013.

Insiden itu dengan cepat mendapat liputan berita di seluruh dunia. Bagi banyak orang, hal itu menimbulkan perasaan marah dan simpati. Berbagai pemimpin dunia, seperti Asif Ali Zardari dari Pakistan, Ban Ki-moon dari PBB, dan Barack Obama dari AS berbicara menentang insiden tersebut dan Taliban Pakistan.

Daua tahun berikutnya, 10 Oktober 2014, dia menerima penghargaan Nobel Perdamaian. Selama upacara pemberian Hadiah Nobel Perdamaian Malala, mahasiswa Meksiko berusia 21 tahun Adán Cortés menghentikan program untuk memprotes penculikan massal di Iguala tahun 2014. Petugas keamanan segera membawa pergi Cortés. 

Malala menanggapi hal ini dengan simpati dan mengakui bahwa anak muda di seluruh dunia menghadapi masalah yang berbeda-beda. Dia juga menyatakan bahwa penting bagi kaum muda untuk berbicara dan memprotes.

Prestasi Malala Yousafzai

Meskipun ada banyak fakta penting Malala, salah satu yang paling menonjol adalah statusnya sebagai Penerima Hadiah Nobel termuda dalam sejarah, yakni 17 tahun.

  • Malala menyambut ulang tahunnya yang ke-16 dengan memberikan pidato.

Salah satu fakta Malala Yousafzai yang paling menarik adalah pada 12 Juli 2013, ia merayakan ulang tahunnya yang ke-16 dengan berpidato di markas besar PBB. Ini juga merupakan pidato publik pertamanya setelah serangannya pada tahun 2012. Selama upacara tersebut, Malala mengenakan salah satu syal mendiang Benazir Bhutto, perdana menteri wanita pertama Pakistan.

Dalam pidatonya, dia berterima kasih kepada semua orang yang mendukungnya dan membantu pemulihannya dan mengakui bahwa dia berbicara untuk ribuan orang yang berjuang untuk menyuarakan panggilan bantuan mereka. 

Malala juga berbicara tentang hak asasi perempuan, termasuk hak atas pendidikan, yang coba ditekan oleh Taliban Pakistan. Dia meminta pemerintah untuk memberikan anak-anak pendidikan wajib gratis, dan berusaha memastikan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak di seluruh dunia. 

Lagu Kate Whitney Speak Out yang ditayangkan pada Hari Perempuan Internasional 2017, menggunakan kata-kata dari pidato tersebut sebagai liriknya.

  • Diperingatinya setiap tanggal 12 Juli sebagai “Hari Malala”.

Pidato Malala Yousafzai menarik perhatian banyak orang dan menginspirasi para pemimpin dan selebritas di seluruh dunia. Bagi banyak orang, dia menjadi simbol perlawanan dan mercusuar harapan bagi para gadis di seluruh dunia. 

Untuk menghormati keberaniannya, PBB menjuluki hari pidatonya sebagai Hari Malala. Malala mengomentari hal ini dengan mengatakan, “Hari Malala bukanlah hariku. Hari ini adalah hari setiap wanita, setiap anak laki-laki dan setiap anak perempuan yang menyuarakan hak-hak mereka.”

  • Utusan Perdamaian PBB termuda.

Pada 2017, Malala menerima penghargaan tertinggi yang diberikan oleh PBB. Mereka menunjuknya sebagai Utusan Perdamaian PBB karena tekadnya untuk menciptakan dunia yang lebih baik. 

Sebagai Messenger of Peace, dia terus bersuara tentang pendidikan untuk semua dan persamaan hak asasi manusia. Ia menyatakan bahwa pendidikan adalah hak semua orang dan tidak boleh diabaikan.

  • Dia ikut mendirikan Malala Fund pada 2013.

Pada 2013, Malala Yousafzai mendanai Malala Fund bersama ayahnya. Berbasis di Birmingham, Inggris, Malala Fund adalah organisasi nirlaba yang berkomitmen untuk menyediakan akses pendidikan gratis, aman, dan berkualitas di seluruh dunia.

Dana Malala Fund kemudian membiayai pembangunan sekolah, ruang kelas, dan program pendidikan untuk anak perempuan di berbagai negara, antara lain India, Brasil, Kenya, Ethiopia, Pakistan, dan Turki.

  • Lulusan Universitas Oxford pada tahun 2020.

Pada 2017, ia mulai belajar di Universitas Oxford. Dia belajar di salah satu perguruan tinggi Oxford, Lady Margaret Hall. Selama berada di Oxford, Malala menyatakan bahwa dia bergabung dengan Oxford Union, Oxford Pakistan Society, dan klub kriket. 

Dia juga menjalani kehidupan kampus yang relatif normal dan menyatakan bahwa dia sering mengumpulkan esai pada pukul 11 malam pada hari terakhir pengumpulan tugas.

Penulis: Rahmadina Firdaus

Share artikel ini
Reference