tanda hamil bayi down syndrome

tanda hamil bayi down syndrome

Secara singkat, down syndrome adalah kondisi di mana seorang anak dilahirkan dengan salinan ekstra dari kromosom ke-21 yang memiliki nama lain trisomi 21.

Tentu, tanda ini perlu mendapat perhatian karena jika terlambat di deteksi bisa menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, mental, hingga cacat pada anak.

Lalu apakah sindrom ini dapat dideteksi sejak dalam kandungan? Yuk, cek ulasannya di bawah ini.

Ciri-ciri hamil down syndrome

Lantas, apakah kondisi ini bisa dilihat gejalanya semenjak sang ibu hamil? Mengutip dari beberapa laman kesehatan, ibu yang mengandung bayi down syndrome tidak memiliki gejala khusus.

Namun, tes ultrasonografi bisa dilakukan untuk mendeteksi cairan di bagian belakang leher janin, yang terkadang mengindikasikan terkena sindrom ini. 

Bahkan, setelah melahirkan pun, bayi dengan sindrom ini bisa keluar dengan ukuran rata-rata pada umumnya, tetapi akan berkembang lebih lambat daripada anak lainnya. 

Perilaku bayi down syndrome

Meskipun seseorang dengan down syndrom mungkin bertindak dan terlihat serupa atau seperti orang normal lainnya, tetapi mereka memiliki kemampuan yang berbeda-beda. 

Biasanya, orang yang memiliki sindrom ini memiliki IQ (ukuran kecerdasan) di tingkatan yang cukup rendah hingga sedang dan bicaranya lebih lambat daripada anak-anak lain.

Secara fisik, beberapa karakteristik bayi mengalami down syndrome, meliputi:

  • Wajah yang rata, terutama batang hidung
  • Mata berbentuk almond yang miring ke atas
  • Leher pendek 
  • Kulit yang menebal pada area belakang leher
  • Telinga kecil dan posisi yang lebih rendah
  • Lidah yang cenderung berukuran besar
  • Bintik-bintik putih kecil pada iris mata
  • Tangan dan kaki kecil
  • Satu garis di telapak tangan (lipatan telapak tangan)
  • Jari kelingking kecil yang terkadang melengkung ke arah ibu jari
  • Tampak lemah atau lemas karena tonus otot yang kurang
  • Terlihat pasif dan jarang menangis
  • Memiliki masalah dalam menyusui
  • Memiliki gangguan saluran pencernaan
  • Mengalami keterlambatan perkembangan seperti duduk, merangkak, dan berjalan jika dibandingkan anak seusia lainnya
  • Ukuran tubuh yang lebih pendek

Penyebab anak down syndrome

Penyebab terjadinya down syndrome adalah adanya kelainan pembelahan sel kromosom, yang menghasilkan penambahan materi genetik pada kromosom 21.

Akan tetapi mekanisme terjadinya down syndrome masih belum diketahui secara pasti.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seorang anak memiliki anak down syndrome, antara lain:

  • Wanita hamil pada usia di atas 35
  • Orang tua laki-laki yang berusia 40 tahun
  • Pernah melahirkan bayi dengan down syndrome

Beberapa variasi kelainan genetik kromosom 21 yang dihasilkan pada down syndrome dapat berupa: 

1. Trisomy 21

Setidaknya, 95% orang dengan sindrom down memiliki trisomi 21 yang berarti mereka memiliki tiga kromosom nomor 21. 

Biasanya, manusia memiliki 23 pasang kromosom yang masing-masingnya terdiri dari gen. 

Selama pembentukan sel telur dan sperma, pasangan kromosom wanita atau pria biasanya membelah sehingga hanya satu kromosom yang ada di setiap sel telur atau sperma. 

Pada trisomi 21, pasangan kromosom ke 21 tidak membelah dan tambahan salinan tersebut diberikan ke sel telur atau sperma. 

Variasi ini merupakan jenis down syndrome yang paling sering dialami.

2. Translokasi

Translokasi adalah kondisi di mana bagian ekstra dari kromosom ke 21 menempel pada kromosom lain. Penyebab yang satu ini akan terjadi pada sekitar 3 sampai 4 persen orang dengan down syndrome

3. Mosaicism

Sedangkan untuk tipe mosaicism, orang yang memiliki down syndrome mempunyai kromosom ekstra ke 21 di beberapa sel, tetapi tidak semuanya. 

Untuk sel-sel lainnya memiliki pasangan kromosom ke 21 yang biasa. Seseorang yang memiliki kondisi mosaicism terdapat sekitar 1 hingga 2 persen orang dari keseluruhan pasien down syndrome.

Kondisi ini bisa dialami anak seumur hidupnya. Jadi, untuk seseorang yang terkena down syndrome, perlu melatih kemampuan fisik dan intelektualnya sejak dini.

Kamu bisa mengatasinya dengan cara mengikuti terapi wicara dan fisik secara rutin.

Share artikel ini
Reference