Perbedaan stres dan depresi

Banyak orang merasa sering mengalami stres. Bahkan, ada pula yang sampai mengalami depresi. Stres dan depresi ini merupakan dua hal yang berbeda. Cara mengatasinya pun dapat berbeda.

Kamu perlu mengetahui perbedaannya, supaya bisa mendapatkan penanganan yang tepat. Untuk lebih detailnya, yuk simak penjelasan berikut ini!

Mengenal apa itu stres dan depresi

Stres biasanya dimulai ketika kamu merasa kewalahan dengan banyaknya tekanan pada waktu yang lama. Saat kamu sedang stres, tubuhmu mendeteksi adanya ancaman.

Sebagai contoh, ada presentasi proyek kerja yang akan dikerjakan minggu depan. Kamu bisa merasa stres, jika terlalu khawatir tidak dapat melakukannya dengan baik.

Tidak seperti stres, depresi adalah gangguan kesehatan mental yang mempengaruhi suasana hati, emosi, stamina, nafsu makan, pola tidur, dan konsentrasi seseorang. Agar bisa sembuh, kondisi ini harus mendapat penanganan dari profesional.

Perbedaan stres dan depresi

Saat stres, tubuh memproduksi berbagai hormon stres dan bahan kimia sebagai mekanisme pertahanan diri, seperti adrenalin, kortisol, dan noradrenalin. Akibatnya, kamu akan merasakan lonjakan energi dan peningkatan konsentrasi. Tubuh juga otomatis mematikan fungsi organ/sistem organ yang tidak perlu.

Namun, ketika stres terjadi pada waktu yang tidak terduga, otak bisa dibanjiri hormon adrenalin, kortisol, dan norepinefrin. Akibatnya, kamu selalu merasa putus asa, cemas, dan gelisah.

Pada saat ini, darah mengalir ke bagian tubuh lain dan mengalami reaksi fisik seperti kaki dan tangan yang tegang yang mengakibatkan penurunan fungsi otak. Inilah sebabnya mengapa banyak orang merasa sulit berpikir jernih ketika mereka sedang stres.

Depresi, di sisi lain, bukanlah kondisi normal seperti stres atau panik. Orang yang menderita depresi biasanya merasa kurang bersemangat, terus-menerus sedih, merasa gagal, dan mudah lelah. Kondisi ini bisa berlangsung lebih dari 6 bulan.

Akibatnya, orang yang menderita depresi biasanya kesulitan untuk melakukan aktivitas normal seperti bekerja, makan, bersosialisasi, belajar, dan sebagainya. Nah, stres berat yang tidak segera ditangani bisa berujung pada penyakit mental kronis seperti depresi meskipun dalam beberapa kasus, gejala depresi dapat muncul tanpa stres.

Ciri-ciri stres yang perlu kamu ketahui

Stres bisa dialami oleh siapa saja, termasuk anak usia sekolah. Biasanya, orang yang sedang stres rentan mengalami gejala berikut ini.

  • Sulit tidur
  • Penurunan memori
  • Sulit konsentrasi
  • Perubahan pola makan
  • Mudah marah dan tersinggung
  • Sering gelisah
  • Merasa kewalahan dengan pekerjaan
  • Takut tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik

Ciri-ciri umum depresi

Di sisi lain, tanda-tanda depresi jauh lebih kompleks dibanding gejala stres. Gejalanya juga bisa bertahap, sehingga sulit untuk benar-benar mengetahui kapan depresi pertama kali muncul. Di bawah ini adalah gejala yang depresi umum.

  • Menarik diri dari lingkaran sosial dan keluarga
  • Merasa sedih seolah tak ada harapan
  • Hilangnya semangat, motivasi, dan kurang berenergi
  • Sulit membuat keputusan
  • Makan lebih sedikit atau lebih banyak dari biasanya
  • Tidur lebih sedikit atau lebih lama dari biasanya
  • Sulit berkonsentrasi
  • Perasaan bersalah, gagal, dan kesepian
  • Mudah frustasi, marah dan tersinggung
  • Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
  • Kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya dinikmati
  • Pikiran untuk mengakhiri hidup

Benarkah stres dan depresi rentan menyerang wanita?

Beberapa penelitian membuktikan ternyata perempuan lebih rentan mengalami stres dan depresi. Hal itu bisa disebabkan karena beberapa hal seperti:

Alasan biologis

Pada wanita, perubahan kadar hormon, seperti estrogen dan progesteron, dapat memengaruhi bagian sistem saraf yang terlibat dalam suasana hati. Hal ini kemudian juga dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental, termasuk depresi. Biasanya, perubahan kadar hormon wanita terjadi selama menstruasi, kehamilan, keguguran, persalinan, dan menopause.

Alasan psikologis

Wanita melalui berbagai tahapan kehidupan yang dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya, mulai dari pendidikan, karir, pernikahan, melahirkan, hingga menjadi orang tua.

Selain itu, wanita juga memiliki cara yang sangat unik dalam menyelesaikan masalah. Misalnya, ia mempertimbangkan dan memikirkan lebih banyak tentang berbagai hal dan kemungkinan, dan melibatkan lebih banyak emosi saat menjalin hubungan baik dengan teman, keluarga, atau pasangan.

Alasan sosial-budaya

Ada beberapa stereotip tentang wanita dalam masyarakat. Misalnya, wanita tidak perlu sekolah tinggi atau wanita harus bisa memasak. Alasan-alasan demikian tentu bisa menyebabkan wanita merasa stres berkepanjangan dan berakibat depresi.

Cara mengatasi stres dan depresi

Untuk mengatasi stres dan depresi, lakukanlah hal-hal berikut ini agar kamu lebih rileks:

1. Curhat dengan orang yang dipercaya

Memendam emosi dalam jangka waktu lama dapat membuatmu stres. Karena itu, cobalah ungkapkan keluh kesahmu kepada orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Hal ini akan membuatmu merasa lebih baik.

2. Olahraga rutin

Selain membuat tubuh lebih kuat, olahraga juga bisa menghilangkan stres. Dengan berolahraga, otot-otot tubuh akan lebih rileks dan pikiran akan teralihkan untuk memperbaiki mood. Kamu tidak harus melakukan olahraga berat untuk menghilangkan stres. Lakukan saja olahraga sederhana seperti jalan kaki atau bersepeda.

3. Meditasi

Meditasi atau yoga selama 10-15 menit selama 4-5 kali seminggu dapat menenangkan pikiran. Cara ini juga dapat menurunkan kadar hormon stres kortisol sehingga kamu bisa merasa lebih tenang.

4. Aktivitas menyenangkan

Melakukan hal-hal menyenangkan seperti memasak, berkebun, menanam tanaman di sekitar rumah, melukis, atau bahkan bernyanyi dapat memicu tubuh untuk memproduksi hormon dopamin, yaitu hormon bahagia. Dengan begitu, tubuh dan pikiranmu bisa lebih rileks.

5. konsultasi

Jika kamu merasakan stres berkepanjangan atau menemukan gejala-gejala stres atau depresi di dalam dirimu, jangan ragu untuk konsultasi ke profesional. Kamu bisa konsultasi ke psikiater atau psikolog. Mereka akan memberikan penanganan yang tepat sesuai kondisimu.

Share artikel ini
Reference