cara mengatasi telat haid saat menyusui

cara mengatasi telat haid saat menyusui

Kehamilan dan persalinan adalah pengalaman yang luar biasa dalam kehidupan seorang wanita. 

Setelah melahirkan, seorang ibu akan mengalami banyak perubahan dalam bentuk hormonal dan fisik. 

Salah satu perubahan penting yang terjadi adalah telat menstruasi. Bila kamu pernah mengalaminya, mungkin ingin mengetahui cara mengatasi telat haid saat menyusui.

Nah, umumnya, beberapa wanita dapat mengalami keterlambatan dalam menstruasi ketika sedang menyusui bayi mereka. 

Yap, hal satu ini terbilang cukup wajar, lho. Mengapa demikian? Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai telat haid saat menyusui dan apa yang sebaiknya dilakukan. Yuk, simak!

Penyebab telat haid saat menyusui

Telat haid saat menyusui bisa dikatakan sesuatu yang wajar atau normal karena saat seorang ibu menyusui bayinya, tubuh sang ibu akan memproduksi hormon prolaktin. Hormon ini berperan dalam merangsang produksi ASI. 

Hormon ini juga dapat memengaruhi siklus menstruasi dan menghambat ovulasi. Akibatnya, seorang ibu mungkin mengalami keterlambatan dalam menstruasinya atau bahkan tidak mengalami menstruasi sama sekali selama beberapa waktu setelah melahirkan. 

Masa ini akan terjadi selama kamu masih aktif menyusui bayi. Jika sang bayi sudah mulai mengonsumsi makanan, maka siklus menstruasi pun dapat kembali layaknya normal.

Cara mengatasi telat haid saat menyusui

Namun, jika kondisi telat haid malah terus-menerus terjadi tanpa disadari, sebaiknya kamu melakukan beberapa cara mudah ini untuk mengatasi telat haid saat menyusui.

  • Yoga

Yoga telah terbukti bisa mengurangi nyeri haid dan gejalanya, seperti depresi dan rasa cemas. Bahkan, rutin yoga juga bisa mengurangi risiko dismenore primer atau rasa sakit yang luar biasa sebelum dan selama periode menstruasi.

Jika kamu baru mengenal yoga, kamu dapat mencari video yoga secara online untuk pemula atau level 1.

Biasanya, tahapan awal akan mengajari kamu tentang cara melakukan beberapa gerakan yoga dengan benar.

  • Menjaga berat badan

Perubahan berat badan juga dapat memengaruhi siklus dan jadwal menstruasi kamu, lho. Jika berat badanmu masih di atas normal, ada baiknya untuk menurunkan berat badan agar siklus haid teratur.

Namun, penurunan berat badan yang ekstrim atau berat badan yang kurang juga dapat menyebabkan menstruasi tidak teratur. Jadi, sebaiknya kamu memastikan bobot tubuh sesuai dan berada di angka normal, ya.

  • Olahraga rutin

Olahraga memiliki banyak manfaat kesehatan yang bisa memengaruhi siklus menstruasi. Bahkan, seseorang yang menderita sindrom ovarium polikistik (PCOS) disarankan untuk mempertahankan berat badan dengan cara rutin berolahraga. 

  • Konsumsi jahe

Jahe digunakan sebagai obat rumahan untuk meredakan nyeri saat menstruasi. Agar efektif, kamu bisa mengonsumsi 750 hingga 2.000 mg bubuk jahe selama 3 atau 4 hari pertama saat haid.

  • Konsumsi kayu manis

Kayu manis dianggap sebagai jenis pengobatan alami yang aman dan efektif untuk kamu yang mengalami dismenore primer.

Selain itu, kayu manis juga bisa membantu mengatur siklus menstruasi agar tepat waktu dan menjadi pilihan pengobatan yang efektif untuk penderita PCOS, meskipun penelitian tersebut masih harus dilakukan lebih lanjut.

  • Rutin minum vitamin

Tubuh kamu membutuhkan vitamin setiap harinya. Namun, kadar vitamin D yang rendah dapat meningkatkan risiko telat haid, termasuk saat menyusui.

Jadi, sebaiknya kamu rutin mengonsumsi suplemen vitamin D setiap hari agar dapat membantu mengatur siklus menstruasi.

  • Konsumsi buah nanas

Nanas adalah buah rumahan yang populer untuk masalah menstruasi karena mengandung bromelain.

Bromelain adalah enzim yang diklaim dapat melembutkan lapisan rahim dan mengatur siklus menstruasi agar tetap lancar, meski harus diteliti lebih lanjut.

Jadi, kesimpulannya adalah telat haid saat menyusui sangat umum dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti frekuensi pemberian ASI, durasi menyusui, serta kebiasaan makan, dan tidur.

Jika hal ini berlanjut hingga proses menyusui selesai, sebaiknya kamu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter.


Penulis: Nabila Ramadhani

Share artikel ini
Reference