Moms, Yuk Waspadai Gejala dan Penyebab Preeklamsia pada Ibu Hamil!
Tak banyak yang tahu bahwa preeklamsia adalah gangguan kesehatan yang sering ibu hamil alami. 76.000 ibu dan 500.000 bayi baru lahir setiap tahun mengalami kondisi ini. Oleh karena itu, penting bagi Moms untuk mewaspadai gejala preeklamsia pada ibu hamil dan penyebabnya.
Umumnya, preeklamsia terjadi sekitar minggu ke-20 selama kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kadar protein yang tinggi dalam urinnya (proteinuria).
Jika tidak diobati, preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan bisa berakibat fatal bagi ibu maupun sang bayinya. Demi mencegah hal ini terjadi padamu atau orang yang kamu cintai, yuk ketahui lebih lanjut mengenai kondisi preeklamsia pada ibu hamil.
Apa yang terjadi ketika mengalami preeklamsia?
Ketika kamu mengalami preeklamsia, umumnya tekanan darah dalam tubuhmu akan meningkat yaitu lebih tinggi dari 140/90 mmHg). Selain itu, kadar protein yang tinggi dalam urine juga berpengaruh terhadap kondisi preeklamsia pada ibu hamil.
Selain itu, kondisi preeklamsia juga akan memberi tekanan pada jantung dan organ lain yang dapat menyebabkan komplikasi serius. Kondisi ini juga dapat memengaruhi suplai darah ke plasenta hingga merusak fungsi hati, ginjal, dan cairan pun akan menumpuk di paru-paru.
Gejala preeklamsia
Faktanya, pada tahap awal, preeklamsia tidak memiliki gejala yang jelas dan sebagian ibu hamil justru merasa kondisinya sehat. Itu sebabnya para dokter menyarankan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan antenatal rutin tekanan darah.
Umumnya gejala awal preeklamsia meliputi:
- Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
- Mengalami poteinuria (adanya protein dalam urine)
- Mengalami retensi cairan (edema), gejala kehamilan yang menyebabkan pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki. Namun, pembengkakan pada wajah, tangan, dan kaki secara tiba-tiba bisa menjadi tanda preeklamsia.
Selain itu, gejalanya dapat bersifat lanjutan yang berupa:
- Pusing
- Sakit kepala
- Gangguan penglihatan atau penglihatan kabur
- Sakit perut tepat di bawah tulang rusuk
- Mual dan muntah
Jika tidak diobati, preeklamsia dapat menyebabkan masalah serius seperti:
- Kejang
- Gagal ginjal
- Gagal hati
- Masalah pembekuan darah
- Kematian
Efek preeklamsia pada bayi dalam kandungan
Preeklamsia tak hanya menyebabkan gejala atau efek pada ibu hamil, tetapi juga pada kesehatan bayi dalam kandungan. Perlu diketahui, di dalam rahim, bayi melekat pada plasenta. Plasenta ini yang memberi bayi oksigen dan nutrisi dari darah ibu dan mengeluarkan karbondioksida dengan mengembalikannya ke darah ibu.
Jika ibu mengalami preeklamsia, tekanan darah tinggi dapat memperlambat jumlah oksigen dan nutrisi yang harusnya didapatkan oleh bayi. Dalam kasus yang parah, bayi dapat kekurangan oksigen dan nutrisi secara bertahap hingga memengaruhi pertumbuhan sang bayi.
Akibatnya, bayi pun harus dilahirkan lebih awal sebelum waktu HPL (kelahiran prematur) dan berat badan kelahirannya pun terancam rendah.
Faktor risiko dan penyebab preeklamsia pada ibu hamil
Sampai saat ini ahli belum bisa memastikan penyebab terjadinya preeklamsia pada ibu hamil. Namun, ada beberapa hal yang mungkin membuat wanita memiliki risiko lebih tinggi mengalami preeklamsia dibandingkan lainnya.
Kamu bisa berisiko tinggi terkena preeklamsia jika:
- Pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
- Wanita yang mengandung lebih dari satu janin (hamil kembar)
- Memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit autoimun seperti lupus atau sindrom antifosfolipid.
- Belum pernah mengandung sebelumnya, atau sudah lebih dari 10 tahun tidak pernah mengandung lagi sejak melahirkan
- Obesitas atau kamu mengalami kelebihan berat badan dengan indeks massa tubuh (disebut juga BMI) 30 atau lebih tinggi.
- Memiliki riwayat keluarga dengan preeklamsia
- Mengalami komplikasi pada kehamilan sebelumnya, seperti melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
- Menjalani perawatan kesuburan fertilisasi in vitro (IVF) untuk membantu kehamilan
- Berusia 35 tahun atau lebih
Pengobatan preeklamsia pada ibu hamil
Dalam mendiagnosis preeklamsia, biasanya dokter akan mengukur tekanan darah dan menguji protein urine setiap kunjungan prenatal.
Perawatan untuk preeklamsia biasanya tergantung pada seberapa parah kondisi ini terjadi dan seberapa lama kamu mengandung. Perlu diingat, meski kamu mengalami preeklamsia ringan, kamu tetap memerlukan perawatan untuk memastikan kondisi tidak bertambah parah.
Jika kamu mengalami preeklamsia pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih, biasanya dokter akan merekomendasikan agar bayi lahir lebih awal. Di samping itu, dokter mungkin akan memberi obat untuk membantu paru-paru janin berkembang dan mengatur tekanan darah sampai bayi dapat dilahirkan.
Namun saat preeklamsia berkembang lebih awal pada kehamilan, umumnya dokter akan mengawasi secara ketat dalam upaya memperpanjang kehamilan dan membiarkan janin tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pada masa ini lah kamu akan menjalani lebih banyak janji prenatal, termasuk ultrasound, tes urin, dan pengambilan darah. Nantinya, selama kehamilan dan setelah melahirkan, orang dengan preeklamsia akan lebih sering mendapatkan magnesium secara intravena (langsung ke pembuluh darah) untuk mencegah perkembangan eklampsia (kondisi preeklamsia yang lebih parah).
Bisakah mencegah preeklamsia pada ibu hamil?
Bagi kamu dengan faktor risiko preeklamsia, ada beberapa langkah yang dapat diambil sebelum dan selama kehamilan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya preeklampia. Langkah-langkah ini meliputi:
- Menurunkan berat badan jika dinyatakan kelebihan berat badan/obesitas
- Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika kamu memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes sebelum hamil
- Menjaga rutinitas olahraga teratur
- Mendapatkan waktu tidur yang cukup
- Makan makanan sehat yang rendah garam dan hindari kafein
Itulah fakta seputar preeklamsia pada ibu hamil. Apabila kamu mengalami gejala preeklamsia pastikan segera hubungi dokter dan jangan lewatkan pemeriksaan kandungan secara rutin, ya!
Penulis: Silvia Wardatul