hipertensi dalam kehamilan

hipertensi dalam kehamilan

Selama kehamilan, wanita memang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami beberapa kondisi kesehatan termasuk tekanan darah tinggi.

Tidak hanya berisiko bagi sang ibu, hipertensi dalam kehamilan ternyata juga memengaruhi janin dalam kandungan.

Belum lagi, masalah hipertensi dapat berkepanjangan hingga proses persalinan dan setelahnya. Untungnya, tekanan darah tinggi dalam kehamilan bisa dicegah dan diobati.

Penasaran bagaimana penanganannya? Simak penjelasannya sampai akhir ya.

Hipertensi dalam kehamilan adalah

Kondisi di mana ibu hamil memiliki tekanan darah yang tinggi selama kehamilan hingga proses persalinan selesai adalah hipertensi dalam kehamilan.

Tekanan darah tinggi bisa terjadi jauh sebelum kehamilan atau justru muncul dan berkembang selama kehamilan.

Sebagian dari kamu mungkin mengira jika hipertensi hanyalah masalah tekanan darah tinggi. Nyatanya, masalah hipertensi dalam kehamilan hadir dalam berbagai jenis yakni:

1. Hipertensi kronis

Dialami ibu hamil sebelum 20 minggu kehamilan, hipertensi kronis berpotensi menyebabkan preeklamsia di trimester kedua ataupun ketiga dari kehamilan.

2. Hipertensi gestasional

Tidak memiliki protein dalam urin ataupun masalah kesehatan lainnya (gangguan jantung atau ginjal), hipertensi gestasional dalam kehamilan terjadi setelah kehamilan melewati usia 20 minggu atau mendekati proses persalinan.

3. Preeklamsia

Muncul setelah 20 minggu kehamilan ataupun setelah proses persalinan, preeklamsia terjadi pada wanita hamil dengan tekanan darah normal yang kemudian meningkat.

Preeklamsia biasanya dibarengi dengan adanya protein dalam urin ataupun masalah kesehatan lainnya.

Ciri-ciri Preeklamsia, Penyebab, Diagnosa, Serta Pengobatannya

4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia

Terjadi pada wanita dengan hipertensi kronis (sebelum kehamilan) yang kemudian memburuk, hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia dibarengi dengan adanya protein dalam urin hingga komplikasi tekanan darah lainnya.

Selain beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan di atas, ibu hamil dengan masalah hipertensi berpotensi mengalami eklampsia.

Kondisi ini biasanya ditandai dengan preeklamsia yang dibarengi oleh kejang. Lantas, apa yang menyebabkan hipertensi dalam kehamilan bisa dialami oleh ibu hamil?

Penyebab hipertensi dalam kehamilan

Masalah tekanan darah tinggi selama kehamilan bisa terjadi karena kondisi fisik, mengidap beberapa penyakit tertentu, hingga kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat.

Berikut adalah sejumlah penyebab hipertensi dalam kehamilan yang harus kamu ketahui:

  • Masalah kelebihan berat badan atau obesitas
  • Tubuh tidak banyak melakukan aktivitas fisik
  • Memiliki kebiasaan merokok
  • Sering minum minuman beralkohol
  • Riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan
  • Menderita diabetes
  • Memiliki penyakit autoimun
  • Ibu hamil berada di atas usia 35 tahun
  • Teknologi bantu reproduksi (fertilisasi in vitro atau IVF)

Mengalami hipertensi dalam kehamilan mungkin saja terjadi karena ini adalah kali pertama bagi sang ibu untuk hamil.

Di sisi lain, jika bukan kehamilan pertama, masalah tekanan darah tinggi selama kehamilan bisa juga disebabkan karena ibu mengandung lebih dari satu janin.

Lalu, apa saja ciri-ciri hipertensi dalam kehamilan yang bisa kamu perhatikan? Berikut adalah sejumlah tanda tekanan darah tinggi selama kehamilan.

Tanda dan gejala hipertensi dalam kehamilan

Ada sejumlah ciri-ciri tekanan darah tinggi selama kehamilan yang harus kamu perhatikan. Mulai dari tanda yang ringan hingga yang harus diwaspadai, di bawah ini adalah tanda dan gejala hipertensi dalam kehamilan:

  • Urin mengandung terlalu banyak protein (proteinuria)
  • Mengalami gangguan atau masalah ginjal
  • Memiliki gangguan fungsi hati
  • Sakit kepala yang parah atau tak kunjung hilang
  • Masalah penglihatan seperti kabur hingga melihat bintik-bintik
  • Perut bagian kanan atas terasa sakit
  • Sulit untuk bernapas atau sesak napas
  • Penurunan kadar trombosit dalam darah (trombositopenia)
  • Volume urin menurun hingga tidak buang air kecil

Selain beberapa tanda di atas, ibu hamil mungkin juga mengalami gejala seperti mual, muntah, peningkatan berat badan, serta pembengkakan di wajah, tangan, hingga kaki.

Namun, perlu diperhatikan bahwa tanda-tanda tersebut sering dialami dalam kehamilan normal.

Jadi, jika tanda-tanda yang kamu alami adalah gejala kehamilan normal maka coba perhatikan ciri-ciri lainnya seperti masalah proteinuria hingga tidak buang air kecil.

Nah, untuk memastikan hipertensi dalam kehamilan, kamu bisa menjalankan pemeriksaan seperti di bawah ini.

Diagnosis hipertensi dalam kehamilan

Memastikan apakah seseorang mengalami tekanan darah tinggi selama kehamilan bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan.

Dokter biasanya secara rutin mengukur tekanan darah di setiap pertemuan prenatal. Apabila kamu memiliki hipertensi kronis, dokter mungkin akan mempertimbangkan kategori pengukuran tekanan darah berikut:

  • Peningkatan tekanan darah tinggi. Tekanan sistolik berkisar 120 hingga 129 milimeter air raksa (mm Hg), sementara tekanan diastolik di bawah 80 mm Hg.
  • Hipertensi stadium 1. Tekanan sistolik berkisar 130 sampai 139 mm Hg, sedangkan tekanan diastolik berada diantara 80 sampai 89 mm Hg.
  • Hipertensi stadium 2. Dinilai lebih parah, tekanan sistolik hipertensi stadium 2 berada pada 140 mm Hg atau lebih sementara tekanan diastolik berada pada 90 mm Hg atau lebih tinggi.

Ketika tekanan darah setelah kehamilan 20 minggu melebihi 140/90 mm Hg dan tidak dibarengi oleh adanya kerusakan organ lain maka biasanya dokter menganggap seseorang mengalami hipertensi gestasional.

Meskipun kondisi hipertensi dalam kehamilan tidak selalu berbahaya, tekanan darah tinggi yang tidak dijaga selama kehamilan berpotensi menyebabkan komplikasi kesehatan yang parah.

Kondisi ini bahkan tidak hanya berbahaya bagi sang ibu tetapi juga bayi dalam kandungan.

Bahaya hipertensi dalam kehamilan

Bukan hanya memengaruhi kesehatan sang ibu, komplikasi kesehatan hipertensi ternyata juga berdampak pada janin dalam kandungan yang sedang berkembang.

Berikut adalah sejumlah bahaya hipertensi dalam kehamilan bagi sang ibu dan bayi:

  • Penurunan aliran darah ke plasenta
  • Bayi tumbuh dengan lambat
  • Preklamsia
  • Diabetes gestasional
  • Serangan jantung
  • Gagal ginjal
  • Eklampsia
  • Sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan jumlah trombosit)
  • Stroke yang dialami oleh sang ibu
  • Induksi persalinan
  • Pendarahan hebat akibat solusio plasenta
  • Perdarahan postpartum
  • Cedera otak, jantung, paru-paru, hati, dan organ lainnya
  • Penyakit kardiovaskular di masa mendatang
  • Pertumbuhan janin dalam kandungan terhambat
  • Persalinan prematur
  • Masalah pernapasan dan infeksi pada bayi
  • Berat badan lahir rendah
  • Bayi lahir mati
  • Kematian neonatus

Hipertensi memang menjadi salah satu masalah yang sering terjadi dalam kehamilan. Jadi, ada baiknya jika ibu mengontrol tekanan darah agar calon bayi tetap sehat.

Untungnya, hipertensi selama kehamilan dapat ditangani dengan beberapa cara.

Penanganan hipertensi dalam kehamilan

Dalam mengatasi hipertensi, biasanya dokter akan mempertimbangkan tingkat keparahan, usia kehamilan, dan potensi risiko bagi ibu dan bayi.

Meskipun terkadang melahirkan bayi adalah proses penangan yang tepat, beberapa kondisi mungkin mengharuskan kamu untuk memperoleh penanganan lain.

Berikut adalah sejumlah penanganan hipertensi dalam kehamilan yang mungkin akan dokter tawarkan:

  • Pemantauan detak jantung dan pertumbuhan bayi dengan USG
  • Menerima obat tekanan darah berdasarkan resep dokter
  • Menjaga tubuh tetap aktif sesuai rekomendasi aktivitas fisik dari dokter
  • Mengonsumsi makanan sehat yang bergizi
  • Menghindari kebiasaan yang bisa memperburuk kondisi hipertensi

Inti dari penanganan hipertensi selama kehamilan adalah dengan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan.

Dengan memantau kondisi dan tingkat keparahan hipertensi, dokter akan mengetahui langkah terbaik dalam melakukan penanganan yang tepat.

Share artikel ini
Reference