Asfiksia: Pengertian, Faktor Penyebab, Gejala, dan Penanganannya
Pernahkah kamu menemukan seseorang yang mengalami kesulitan bernapas lalu menjadi lemas ataupun tidak sadarkan diri karena berbagai kondisi seperti misalnya tersedak makanan?
Bukan tanpa alasan, kejadian tersebut dipengaruhi oleh pasokan oksigen yang menipis ke dalam tubuh. Sebab, oksigen memiliki peran penting untuk berjalannya sistem jaringan di dalam tubuh.
Lantas, apakah ada penanganan tersendiri untuk asfiksia? Yuk, cari tahu semuanya di artikel ini!
Lantas, asfiksia adalah?
Melansir dari beberapa laman kesehatan, asfiksia adalah kondisi di mana tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
Jika tidak ditangani sesegera mungkin, kondisi ini bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, cedera otak, atau kematian.
Biasanya, terdapat beberapa kelompok individu yang lebih berisiko mengalami asfiksia. Hal itu meliputi:
- Individu dengan asma
- Individu dengan alergi
- Individu dengan gangguan sistem pernapasan
- Individu yang memiliki kesulitan menelan, dan
- Bayi
Bukan tanpa alasan, asfiksia bisa terjadi ketika bayi tidak menerima oksigen yang cukup saat lahir. Bahkan, itu bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah lahir.
Pasokan oksigen yang tidak mencukupi ke tubuh akhirnya menyebabkan rendahnya kadar oksigen atau penumpukan asam berlebih dalam darah.
Nah, untuk kasus asfiksia pada bayi, kondisi yang ringan atau sedang bisa dipulihkan sepenuhnya.
Namun, pada kasus yang parah, asfiksia saat lahir dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan organ tubuh hingga berakibat fatal.
Faktor penyebab asfiksia
Ada berbagai penyebab asfiksia yang bisa terjadi, mulai dari jeratan pada leher, tersedak, sumbatan jalan napas, hingga overdosis obat-obatan.
Di samping itu, terdapat juga beberapa faktor penyebab umum dari asfiksia, yaitu:
1. Tenggelam
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, kondisi asfiksia sering dialami seseorang yang baru saja tenggelam, baik di kolam renang, sungai, atau lautan. Biasanya, seseorang yang tenggelam tidak bisa bernapas karena menghirup air. Akibatnya, tubuh tidak dapat mengirimkan oksigen ke jaringan dan organ lainnya.
Beberapa kelompok orang yang rawan tenggelam dan mengalami asfiksi adalah anak-anak di bawah 5 tahun, remaja, dan orang yang lebih tua atau lansia.
2. Asma
Buat kamu yang mengidap penyakit asma sejak lahir, perlu mengawasi kondisi tubuh agar tidak terkena asfiksia.
Sebab, asma adalah kondisi kronis yang menyebabkan peradangan pada saluran udara dan menimbulkan gejala, seperti kesulitan bernapas dan mengi.
Selama serangan asma yang parah, saluran udara di tubuh akan membengkak dan menyempit. Jika tidak ditangani sesegera mungkin, saluran udara bisa menjadi terlalu sempit dan memotong suplai oksigen.
Maka dari itu, para pengidap asma diharapkan untuk menjauhi beberapa hal yang bisa membuat gejalanya jadi kambuh, seperti menghirup alergen atau serbuk sari, bulu hewan, bau yang menyengat, dan jamur di rumah.
3. Anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi alergi parah terhadap makanan, obat-obatan, atau sengatan serangga. Selama anafilaksis, tubuh akan menganggap suatu zat adalah penyerbu.
Pada akhirnya, sistem kekebalan tubuh akan membuat antibodi yang melepaskan bahan kimia. Pelepasan bahan kimia tersebut akan menyebabkan timbulnya berbagai gejala, seperti pembengkakan, gatal-gatal, atau sesak napas.
4. Asfiksia kimia
Sesuai namanya, asfiksia kimia berkaitan dengan aktivitas tubuh saat menghirup zat yang memotong suplai oksigen tubuh.
Salah satu contoh zat kimianya adalah karbon monoksida hingga gas tidak berbau dan tidak berwarna yang ditemukan dalam asap.
Saat tubuh menghirup karbon monoksida dalam jumlah besar, maka tubuh bisa keracunan karbon monoksida.
Selain itu, zat-zat ini sering ditemukan dalam produk rumah tangga biasa dan memiliki asap kotor yang menyebabkan efek psikoaktif ketika dihirup.
5. Posisi tubuh yang tidak benar
Posisi tubuh yang tidak sesuai atau teratur juga bisa menjadi faktor penyebab asfiksia.
Sebab, jika tubuh kamu berada dalam posisi yang menghalangi saluran udara, hal tersebut bisa dikatakan dengan asfiksia posisional karena mengganggu inhalasi normal atau sirkulasi oksigen.
Gejala asfiksia
Untuk sekadar berjaga-jaga, ada berbagai gejala asfiksia yang bisa kamu pantau dan cermati. Namun, berikut ini beberapa gejala asfiksia secara umum yang perlu diketahui.
- Kesulitan bernafas
- Detak jantung melemah
- Tekanan darah rendah
- Suara menjadi serak
- Warna kulit yang tidak merata
- Untuk bayi baru lahir, tidak ditemukan tanda-tanda menangis
- Tonus otot lemah
- Refleks yang lemah
- Untuk ibu hamil atau melahirkan, cairan ketubannya diwarnai dengan mekonium
- Tubuh kejang
- Hidung berdarah
- Bayi baru lahir akan lemas atau lesu
- Kelainan pada pembekuan darah
Jika bayi baru lahir mengalami asfiksia, sebaiknya segera ditangani secepat mungkin. Soalnya, hal tersebut bisa membantu mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.
Nah, jumlah waktu sebelum pernapasan menjadi normal kembali dan tingkat keparahannya bisa memengaruhi efek jangka pendek atau panjangnya.
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir
Untuk bayi yang baru lahir, penanganan asfiksianya tergantung dari seberapa parah kondisi tersebut.
Namun, mengutip dari Medical News Today, berikut ini beberapa penanganan yang akan dilakukan pada asfiksia di bayi yang baru lahir.
- Memberikan oksigen ekstra kepada orang hamil jika asfiksia lahir terjadi sebelum melahirkan
- Persalinan darurat atau caesar
- Menyedot cairan dari saluran udara dalam kasus sindrom aspirasi mekonium
- Menempatkan bayi baru lahir pada respirator
- Meletakkan bayi dalam tangki oksigen hiperbarik yang mampu memasok oksigen langsung 100% ke bayi
- Menginduksi hipotermia untuk mendinginkan tubuh dan membantu mencegah kerusakan otak
- Obat tambahan untuk mengatur tekanan darah dan mengendalikan kejang
- Dialisis untuk mendukung ginjal dan membuang kelebihan limbah yang ada di dalam tubuh
- Tabung pernapasan untuk memasok oksida nitrat
- Menggunakan pompa jantung dan paru-paru
Bukan tanpa alasan, asfiksia lahir perlu ditangani dengan cepat karena bisa menyebabkan komplikasi jangka panjang dan gangguan neurologis ringan, seperti kejang hingga keterlambatan perkembangan.
Jadi, sebaiknya kamu selalu rutin melakukan pemantauan atau pengecekan dengan dokter untuk memastikan bahwa bayi yang dikandung tidak memiliki masalah tertentu.