anemia sel sabit

anemia sel sabit

Anemia sel sabit merupakan kelainan darah bawaan pada komponen hemoglobin sel darah merah. Kondisi ini dialami oleh sekitar 20 juta jiwa individu di seluruh dunia.

Berbagai gejala dan komplikasi pada anemia sel sabit berbeda-beda pada tiap individu mulai dari derajat ringan hingga berat.

Oleh karena itu, terapi yang diberikan disesuaikan dengan gejala dan respon individu.

Untuk tahu lebih lanjut tentang anemia sel sabit, mari simak ulasannya berikut ini.

Anemia sel sabit adalah

Anemia sel sabit (sickle cell anemia) termasuk dalam kelompok sickle cell disease (SCD) adalah kelainan genetik autosomal resesif pada sel darah merah.

Sel darah merah normalnya berbentuk cakram dengan cekungan (bikonkaf) di bagian tengah kedua sisinya.

Bentuk ini memungkinan sel darah untuk fleksibel saat melewati pembuluh darah yang bahkan berukuran sangat kecil.

Namun, pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk abnormal seperti bulan sabit.

Hal inilah yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang menghubungkan berbagai sistem organ tubuh.

Akibatnya, jaringan tubuh akan rusak karena kekurangan oksigen dan menimbulkan rasa nyeri.

Penyebab sel sabit

Anemia sel sabit disebabkan oleh kelainan pada gen yang mengatur komponen pengikat zat besi atau hemoglobin pada sel darah merah.

Hemoglobin pada sel darah merah berfungsi untuk mengikat oksigen dari paru-paru yang menyuplai kebutuhan jaringan di seluruh tubuh.

Karena penyakit ini diturunkan secara genetik, maka masing-masing orang tua memiliki salinan sifat pembawa gen sel sabit (hemoglobin S) dan menurunkan salinan tersebut pada keturunannya.

Jika hanya salah satu orang tua yang menjadi pembawa, maka anak tersebut hanya akan menjadi pembawa (carrier) karena memiliki salinan satu gen hemoglobin S.

Singkatnya, individu yang menderita anemia sel sabit mewarisi dua gen hemoglobin S yang abnormal dari kedua orangtua.

Lain halnya dengan individu carrier, sel darah merah dalam tubuhnya memiliki sel darah merah yang normal dan sebagian lainnya adalah sel sabit.

Bagaimana terjadinya anemia sel sabit

Adanya berbagai mutasi genetik pada rantai alfa dan beta hemoglobin dapat menyebabkan terjadinya anemia sel sabit.

Akibat dari mutasi tersebut, sel darah merah menjadi kaku, mudah menempel dan memiliki bentuk seperti huruf C atau sabit.

Sel sabit cenderung lebih mudah untuk pecah. Normalnya, sel darah merah memiliki masa hidup sekitar 90 – 120 hari, berbeda dengan sel sabit yang hanya 10 – 20 hari.

Setelah itu, tubuh beregenerasi untuk membuat sel darah yang baru menggantikan sel darah merah yang lama.

Kondisi ini berbeda dengan penyakit sel sabit karena tubuh sulit untuk menyesuaikan kecepatan antara proses regenerasi dengan hancurnya sel darah.

Akibatnya, jumlah sel darah merah lebih rendah dari biasanya dan menimbulkan gejala anemia. Lalu, apa saja gejala lain yang dapat muncul akibat kelainan pada sel darah ini?

Gejala anemia sel sabit

Bentuk abnormal pada sel darah merah akan mengganggu transportasi oksigen ke seluruh tubuh sehingga dapat menimbulkan gejala nyeri hebat yang tiba-tiba.

Gejala anemia sel sabit biasanya muncul pada usia muda, misalnya pada bayi yang berusia 4 sampai 6 bulan.

1. Anemia

Sel sabit sangat mudah rusak dan pecah. Berbeda dengan sel darah merah normal yang memiliki masa hidup lebih panjang, sel sabit yang rusak akan menyebabkan tubuh kekurangan sel darah merah (anemia). Kekurangan sel darah sekaligus mengurangi pasokan oksigen dan membuat tubuh cepat merasa lelah.

2. Episode nyeri berulang

Nyeri hebat berkala yang disebut krisis nyeri merupakan gejala utama dari anemia sel sabit.

Nyeri akan timbul ketika sel sabit menyumbat pembuluh darah kecil menuju jantung, perut, dan persendian.

Intensitas dan durasi nyeri bervariasi dari beberapa jam hingga berhari-hari. Krisis nyeri ini dapat dirasakan sesekali atau berkali-kali dalam satu tahun dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Pada remaja maupun orang dewasa dengan anemia sel sabit juga memiliki nyeri kronis akibat kerusakan pada tulang dan persendian, ulkus, dan sebagainya.

3. Pembengkakan pada tangan dan kaki

Pembengkakan ekstremitas disebabkan oleh sel-sel sabit yang menyumbat sirkulasi peredaran darah pada tangan dan kaki.

4. Infeksi berulang

Sel sabit dapat merusak organ limpa sehingga meningkatkan risiko infeksi.

Bayi dan anak-anak dengan anemia sel sabit biasanya akan mendapatkan vaksinasi dan antibiotik untuk mencegah risiko infeksi yang mengancam jiwa seperti penumonia

5. Keterlambatan tumbuh kembang atau pubertas

Sel darah merah sejatinya berfungsi memasok oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan selama tumbuh kembang.

Minimnya sel darah merah normal akan memperlambat pertumbuhan pada bayi dan anak-anak serta pubertas pada remaja.

6. Gangguan pada penglihatan

Pembuluh darah kecil yang memasok organ mata dapat mengalami sumbatan oleh sel sabit.

Akibatnya, retina (bagian yang memproses gambaran visual) mengalami kerusakan dan menimbulkan gangguan penglihatan.

Di samping itu, anemia sel sabit juga dapat menimbulkan gejala lain seperti rewel pada bayi, gangguan ginjal dan jaundice atau penyakit kuning (jaundice) serta masalah pada kehamilan.

Kehamilan dan penyakit sel sabit

Wanita hamil yang mengidap penyakit sel sabit lebih berisiko mengalami gangguan selama hamil. Jika kamu hamil atau berencana untuk hamil, kamu perlu berkonsultasi dengan dokter khusus yang berpengalaman menangani kehamilan dengan kondisi penyakit sel sabit.

Dokter umumnya akan meresepkan beberapa vitamin khusus dan berhati-hati dalam memberikan obat pereda nyeri yang aman untuk ibu dan bayi serta menghindari penggunaan hydroxyurea selama kehamilan.

Kamu juga mungkin memerlukan prosedur transfusi darah untuk mengatasi perburukan gejala anemia.

Krisis nyeri juga rentan dialami selama kehamilan karena ibu hamil lebih berisiko mengalami acute chest syndrome atau krisis vaso-oklusif pada pembuluh darah organ paru yang ditandai dengan nyeri tajam dan kuat tanpa adanya peringatan di berbagai tempat pada tubuh.

Agar kamu terhindar dari risiko komplikasi, ikutilah saran yang diberikan oleh dokter mengenai langkah atau cara mencegah berbagai komplikasi tersebut.

Share artikel ini
Reference